Genap 45 tahun demontrasi besar dalam sejarah Patani tahun 1975 M

    Genap 45 tahun demonstrasi besar dalam sejarah Patani tahun 1975 M.




      Genap 45 tahun demonstrasi besar dalam sejarah Patani tahun 1975 M. Koran Bangkok Post edisi 8, Desember 1975, memuat berita tentang pembunuhan di jembatan Koto. Setelah peristiwa pembunuhan 5 orang asal Patani dan salah satu selamat, yaitu seorang anak laki-laki bernama Semae Brasek, dimana kerabat Semae membawanya untuk merawat dan menyembunyi di berbagai lokasi. Kemudian Anggota Grup Salatan (Mahasiswa di Bangkok) bercampur tangan untuk membawa Semae Brasek dan orang tuanya ke Bangkok. Untuk meminta keadilan dari pemerintah pusat Thailand, intinya adalah meminta penyelidikan atas pembantaian ini. Kemudian dia memuncul di atas panggung di Sanam Luang (lapangan kerajaan) untuk menceritakan kisah saudara Muslim Melayu yang telah dibunuh Oleh tentera thailand. Beberapa koran (surat kabar) menerbitkan berita itu "masyarakat Saiburi sangat marah, mungkin ada gerakan di Pattani" Sedangkan di Patani (Thailand selatan), pihak kerabat melapor berita tersebut. Namun, petugas saat itu tidak ada perkembangan atas kasus yang berlaku seperti yang dijanjikan dengan warga Patani. Dengan hal ini, membuat sekitar 300 warga tempatan berkumpul untuk berbaris menuntut keadilan di Balai Kota Patani. Bersamaan dengan kepemimpinan rombongan Mahasiswa Salatan asal Bangkok yang kembali ke kampung halamannya Dan ada siswa di tempatan yang berpartisipasi seperti Universitas Pattani, Sekolah Satri Yala, Sekolah Benjama rachuthit, Sekolah Karnchang Chai, Sekolah Sathit Universitas Prince of Songkla, Sekolah Pracham changwat Narathiwat, Sekolah khana’ Rajbamrung Yala, Sekolah Saiburi Jeng prachakhan. Ada juga santri dari berbagai pesantren di tiga provinsi Thailand selatan sekitar 1.000 orang. Protes hari pertama Terjadi pada tanggal 11 Desember 1975 di depan Balai Kota Patani. Merupakan perhimpunan yang aman/damai untuk bersuara atas kasus yang berlaku Bahwa Militer (marinir)Thailand membunuh 5 Muslim Melayu dan seorang selamat dari peristiwa itu. Demontrasi kali ini di bawah kepemimpinan “Pusat Perlindungan Rakyat” menjelaskan kejadian di Jembatan Koto dan peristiwa pelanggaran Hak sipil yang dilakukan aparat pemerintah beberapa kali yang lalu. Dengan proses peradilan terdiri 4 permintaan:

1. Pemerintah harus tangkap pembunuh untuk menjalankan hukum sesuai dengan proses peradilan.

2. Pemerintah harus membayar ganti rugi kepada kerabat yang telah meninggal.

3. Pemerintah harus mempertimbangkan penarikan/mengeluarkan pasukan militer yang dikirim untuk menekan dalam waktu 7 hari.

4. Minta kepada Perdana Menteri untuk memberikan jawaban sesuai permintaan dan meninjau pedoman kebijakan pemerintah di 4 provinsi selatan.

    Protes hari yang ke 2 adalah hari Jumat, semakin banyak orang yang hadir. Ada juga parade tiruan pemakaman keliling kota hingga hari ke 3 (13/12), yaitu Hari Raya Idul Adha. Orang mulai berdesakan lebih dari dua hari pertama karena itu adalah hari libur besar (Hari kebesaran orang melayu Islam Patani) dan di sore hari di tengah hujan lebat, listrik padam karena alasan yang tidak diketahui, kemudian ledakan bom dilemparkan ke kerumunan pengunjuk rasa dan ada suara tembakan ditembakkan ke speaker panggung mengakibatkan tewas yaitu ustaz Mahmud bin Abdullatif guru dari Sekolah Watthanatham Islam Pho Ming (Pondok Phoming) yang sedang memegang mic untuk membawa kesadaran massa menuju kedamaian. Hal ini mengakibatkan 13 orang tewas dan di antara mereka adalah santri Selatan tewas yaitu Thammanun Marose (Afandee), seorang mahasiswa Ramkhamhaeng.

    Meskipun setelah ledakan bom terdengar, asap senjata api dan baun darah. Pengunjuk rasa bubar di Balai mahkamah Kota Patani dan berkumpul kembali di Masjid Pusat Provinsi Pattani (Masjid agung Patani) dengan lebih dari seratus ribu orang berkumpul. Hal ini menjadi demonstrasi paling bersejarah dan terpanjang selama 45 hari dalam sejarah Patani (Thailand selatan). Demonstrasi ini berakhir pada 24 Januari 1976.

    Untuk mayat almarhum diarak ke Kubur Toh Ayah (Chabang tiga), parade yang panjangnya kurang lebih 2 km. dan dikuburkan jumlah semua 13 orang, almarhum dianggap sebagai Syahid. Bagaimana pun yang menjadi menarik orang demonstrasi selama itu bukan karena pembantaian warga di Saphan kota saja. Justru karena situasi pelanggaran hak-hak masyarakat yang sudah berlangsung lama di kawasan itu, menjadi semua masyarakat bangkit lawan. Peristiwa Saphan kota menjadi hal terakhir yang mempertegas masalah tersebut. Dia ditembakkan dengan melemparkan bom ke arah kerumunan pengunjuk rasa dan menembaki speaker di atas panggung.

    Demonstrasi kali ini dianggap sebagai demonstrasi sektor publik riil. Meskipun partisipasi mahasiswa dari pusat dengan mahasiswa di daerah, tetapi tidak bisa menyangkal bahwa Pondok pesantren dan Sekolah agama adalah massa utama. Termasuk orang-orang di seluruh celah, bepergian dari desa-desa di tiga provinsi dan 4-5 kabupaten di Provinsi Songkhla juga berkumpul. Pihak politisi juga mendukung dan memfasilitasi masyarakat. Masyarakat di Patani dan luarnya mendukung pengunjuk rasa dengan makanan dan minuman untuk para demonstrasi dalam jangka waktu 45 hari. Semua bantuan mengalir ke tempat demonstrasi tidak terputus. Namun, intersepsi oleh pejabat untuk mencegah masyarakat yang hadir demonstrasi juga berbagai rupa. Ada pos-pos pemeriksaan seperti Perempatan Palas, Perempatan Don Yang, dll. Kendaraan masyarakat yang hadir demonstrasi penuh sesak diekstraksi dengan paku hingga rodanya rata dan rusak parah. Kemudian dengan masalah ini terjadi masyarakat mengukarkan dengan mengikat roda mobil dengan daun kelapa dan karung untuk menangkal paku yang menjebak roda di jalan raya.

    Tetapi tetap saja demonstrasi Patani, 1975 itu adalah pertempuran politik bagi orang-orang di daerah yang berakhir tidak memuaskan bagi banyak orang, meskipun mereka yang menghadiri demonstrasi merasa lega karena dapat membubarkan protes dengan damai dan meskipun ketegangan di akhir demonstrasi dengan sikap kasar pemerintahan Mom Rajawong Kukrit Pramod termasuk juga media pusat seperti "Dao Siam" memposting penyerangan dan berita yang menyatakan, Grup selatan sebagai puncak masalah atas ledakan bom massal tersebut. Dan berita utama lainnya seperti "Pengunjuk rasa Pattani mengumpulkan senjata, rencanakan narapidana untuk melarikan diri dari penjara, dan Pertarungan militer-polisi" termasuk ketegangan pada lokasi demonstrasi ada dari tentara yang mabuk mengemudi mobil ke kerumunan dan memukul dua orang yang terluka. Oleh karena itu dipukuli-ditikam oleh massa yang marah sampai mati. Namun, sebelum demonstrasi bubar, ada negosiasi. Tetapi kesepakatan yang diperoleh melalui negosiasi tidak dipertahankan dan dibungkam setelah itu. Terutama dalam soal investigasi Saphan kota serta penembakan terhadap pembicara protes

    Keputusasaan masyarakat dampak setelah demonstrasi lebih parah daripada kesimpulan yang tidak memuaskan. Karena setelah demonstrasi sudah bubar, beberapa orang merasa diri mereka dipermata dan diikuti. Untuk orang-orang yang mengambil peran utama dalam demonstrasi, mereka menghilang, penduduk desa percaya bahwa beberapa di antaranya “terbunuh", menyebabkan banyak orang mengungsi ke daerah lain di Thailand, beberapa orang juga meninggalkan negeri Thailand ke Malaysia atau sekitarnya seperti tanah Arab, beberapa pergi sementara atau selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun dan beberapa tidak pernah kembali.



Translate:Tim jemap Online.12 Desember 2020.





ไม่มีความคิดเห็น